Makalah
DASAR FISIOLOGI
TERNAK THERMOREGULASI
Oleh:
ARDIANSYAH
1005104020006
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
JURUSAN
PETERNAKAN
FAKULTAS
PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA
ACEH
2012KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “DASAR
FISIOLOGI TERNAK . Shalawat dan salam kepada junjungan alam Nabi Muhammad
SAW yang telah membimbing umatnya kealam yang berilmu pengetahuan.
Makalah ini disusun sebagai tugas dari mata kuliah FISIOLOGI TERNAK yang
berisikan tentang “Susu Kental Manis’’. Dengan adanya makalah ini
diharapkan para mahasiswa yang mengikuti mata kuliah FISIOLOGI TERNAK dapat
memahami konsep serta materi tentang “FISIOLOGI TERNAK’’
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, baik dari segi penulis,
kata-kata maupun dari segi isi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan keritik
dan saran yang bersifat membangun dalam penyempurnaan makalah ini.
Darussalam, Januari 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.............................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................ ii
BAB
I PENDAHULUAN......................................................... 1
1.1 Latar
Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2
Manfaat Makalah ................................................................................. 2
1.3
Tujuan Makalah ................................................................................... 3
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA............................................... 4
.1
Pengertian ProduksiPanas...................................................................... 5
.2 Pengertian Peningkatan aktivitas
metabolisme jaringan......................... 6
.3 Manfaat Pelepasan Panas....................................................................... 7
BAB
III PENUTUP.................................................................. 8
.1
Kesimpulan............................................................................................. 9
.2
Saran.................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA............................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Hewan ternak memiliki suhu tubuh yang
dapat dijelaskan sebagai panas tubuh yang terbentuk dari proses metabolisme dan
dibawa oleh darah ke seluruh tubuh sehingga tubuh menjadi panas. Hal ini
memerlukan suatu thermoregulasi yaitu suatu sistem pengaturan panas pada mahluk
hidup agar terjadi keseimbangan antara produksi panas (thermogenesis) dan
pembuangan panas (thermolisi). Suhu tubuh normal adalah panas tubuh yang
terdapat dalam zona thermoneural. Suhu tubuh tidak mungkin menunjukkan suatu
derajat panas yang tetap. Tetapi kisaran diatas batas tertentu, karena proses
metabolisme didalam tubuh tidak selalu tetap dan faktor disekitar tubuh (yang
diterima tubuh secara radiasi, konveksi, dan konduksi) (Frandson, 1992).
Suhu normal dipertahankan
dengan imbangan yang tepat antara panas yamg dihasilkan dan panas yang hilang.
Hal ini dikendalikan oleh pusat pengaturan panas didalam hypotalamus, yang
sangat peka terhadap suhu dari dalam yang melaluinya dan bekerja sebagai
termustert. Panas dihasilkan oleh aktifitas metabolik didalam otot, tulang, dan
hati. Kehilangan panas terutama disebabkan oleh aktifitas fungsi hati sejumlah
tertentu panas hilang karena penguapan air dalam paru-paru dan organ ekskresi (
Pearce, 1993 ).
1.2 Manfaat Makalah
Manfaat dari penulisan makalah ini
yaitu mahasiswa yang mengikuti mata kuliah
dapat memahami tentang dasar fisiologi tentang ternak.
1.3 Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari makalah ini adalah
untuk mengetahui tentang apa peran hewan terhadap kebutuhan makhluk hidup.
Semua ternak unggas tidak memiliki
kelenjar keringat sehingga tidak bisa mendinginkan badan dengan jalan
berkeringat. Jika unggas ini harus menguapkan air dari kulitnya maka udara
diantara bulu-bulu halus selalu berganti dan ini akan mengakibatkan arus
turbulens dan hambatan waktu terbang. Unggas melakukan penguapan air dengan
jalan terengah-engah dan kantong udara yang berhubungan dengan paru-paru bias
membantu pengeluaran panas ini ( Williamson And Payne, 1993 ).
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Thermoregulasi manusia berpusat pada
hypothalamus anterior terdapat tiga komponen pengatur atau penyusun sistem
pengaturan panas, yaitu termoreseptor dan syaraf aferen, hypothalamus, dan
saraf eferen serta efektor thermoregulasi (Swenson, 1997).
Pengaruh suhu pada lingkungan,
hewan dibagi menjadi dua golongan, yaitu poikiloterm dan homoiterm. Poikiloterm
suhu tubuhnya dipengaruhi oleh lingkungan. Suhu tubuh bagian dalam lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu tubuh luar. Hewan seperti ini juga disebut hewan
berdarah dingin. Dan hewan homoiterm sering disebut hewan berdarah panas
(Guyton, 1993)
Hewan berdarah panas adalah
hewan yang dapat menjaga suhu tubuhnya, pada suhu-suhu tertentu yang konstan
biasanya lebih tinggi dibandingkan lingkungan sekitarnya. Sebagian panas hilang
melalui proses radiasi, berkeringat yang menyejukkan badan. Melalui evaporasi
berfungsi menjaga suhu tubuh agar tetap konstan. Contoh hewan berdarah panas
adalah bangsa burung dan mamalia, hewan yang berdarah dingin adalah hewan yang
suhu tubuhnya kira-kira sama dengan suhu lingkungan sekitarnya (Ganong, 1979)
Pada hewan homoiterm suhunya
lebih stabil, hal ini dikarenakan adanya reseptor dalam otaknya sehingga dapat
mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm dapat melakukan aktifitas pada suhu
lingkungan yang berbeda akibat dari kemampuan mengatur suhu tubuh. Hewan
homoiterm mempunyai variasi temperatur normal yang dipengaruhi oleh faktor
umur, faktor kelamin, faktor lingkungan, faktor panjang waktu siang dan malam,
faktor makanan yang dikonsumsi dan faktor jenuh pencernaan air (Frandson,
1992).
.1 Pengertian Produksi Panas
Tubuh memperoleh panas sebagai
akibat dari aktivitas metabolisme jaringan tubuh dan dari lingkungan luar bila
lingkungan luar itu lebih tinggi temperaturnya (lebih panas) dibandingkan
temperatur tubuh. Bentuk penyesuaian fisiologinya adalah bahwa panas yang
dihasilkan oleh tubuh akan meningkat dengan menurunnya temperatur luar.
Sebaliknya, temperatur sekitar (ambient temperature) yang tinggi akan
menurunkan jumlah panas yang panas yang dihasilkan oleh tubuh. Hal itu dapat
dikaitkan melambatnya aktivitas metabolisme, menurunnya luaran kerja, dan
menurunnya tonus otot(Anonim, 2008)
Secara umum, mekanisme yang
berlangsung untuk menghasilkan panas meliputi peningkatan aktivitas metabolisme
jaringan, peningkatan aktivitas otot, dan produksi panas (thermogenesis) tanpa
aktivitas menggigil (Frandson, 1992)
2. Pengertian Peningkatan aktivitas metabolisme jaringan
Meningkatnya jumlah bahan
makanan (zat makanan) yang dioksidasi dalam jaringan pada giliran berikutnya
akan meningkatkan produksi panas. Aktivitas metabolisme jaringan selain
dipengaruhi oleh ketersediaan zat makanan yang dapat dioksidasi, juga
ditentukan oleh ketersediaan oksigen dalam jaringan. Selain itu, aktivitas
tersebut juga dikendalikan secara hormonal. Hormon yang dihasilkan oleh
kelenjar adrenalis (kortisol dan aldosteron) dan yang dihasilkan oleh kelenjar
thiroid (thiroksin) semuanya dapat meningkatkan oksidasi jaringan (Anonim,
2008).
Pada lingkungan panas, proses
aklimasi (adaptasi terhadap temperatur saja) dan aklimatisasi (adaptasi
terhadap faktor abiotik lingkungan/iklim) menyebabkan meningkatnya temperatur
tubuh dan menurunnya aktivitas kelenjar thiroid (Guyton, 1993).
Berlawanan dengan pengaruh
panas, temperatur dingin meningkatkan fungsi thiroid. Respon hormon thiroid
terhadap lingkungan dingin, pada sapi misalnya, telah diketahui dipengaruhi
oleh tingkat konsumsi pakan. Peningkatan konsumsi pakan cenderung menurunkan
konsentrasi hormon thiroksin dalam plasma darah. Respon thiroid terhadap
temperatur dingin adalah nyata pada sapi selama 36 jam pertama keterdedahannya
(Anonim, 2008).
b. Peningkatan aktivitas otot
Jaringan otot (otot rangka
utamanya) membentuk hampir 50% dari berat badan. Panas yang dihasilkannya
selama kontraksi isotonik (yang berfungsi memper-tahankan tonus otot konstan
pada tingkat tertentu) dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan peregangan
otot secara involunter (berlangsung otomatis dan tidak dapat dikendalikan oleh
kehendak). Peningkatan panas itu tercapai pada saat menggigil, yang merupakan
kontraksi otot rangka secara involunter dan ritmis itu. Tentu saja aktivitas
otot yang berlangsung dengan disengaja dapat lebih meningkatkan lagi produksi
panas (Frandson, 1992).
c. Thermogenesis (produksi panas) tanpa aktivitas menggigil
Produksi panas tanpa aktivitas
menggigil merupakan cara utama hewan dan manusia beraklimasi terhadap dingin.
Meningkatnya laju metabolisme lemak (dan dalam derajat yang lebih rendah –
metabolisme karbohidrat) menghasilkan panas, yang sangat tidak tergantung
kepada kontraksi otot. Hal itu dapat dibuktikan, misalnya melalui percobaan
dengan tikus. Tikus yang telah beraklimasi dingin ototnya dilumpuhkan dengan
obat kurare. Binatang itu tidak mampu menggigil atau bergerak. Akan tetapi,
mereka mampu melipatgandakan produksi panasnya bila diterdedahkan dengan
temperatur 50C sehingga dengan demikian mampu mempertahankan temperatur
tubuhnya (Frandson, 1992).
Indikasi lain tentang sifat
kimiawi dari tipe thermogenesis itu dapat diketahui pada mamalia muda. Mamalia
muda, termasuk bayi manusia, tidak mampu menggigil, tetapi tetap mampu
menghasilkan panas untuk mempertahankan temperatur tubuhnya relative konstan
pada lingkungan dingin. Mamalia muda itu mempunyai tipe lemak khusus, yaitu
lemak coklat yang terdapat di sekitar bahu, pada leher, sepanjang tulang
belakang, dan pada tulang dada. Lemak coklat cara metabolismenya unik; energi
kimia yang dihasilkan dalam pengoksidasian asam lemak diubah utamanya menjadi
panas (Anonim, 2008).
Ø
Tabel Pengukuran Temperatur Rectal
No Ternak Temperatur 0C
1 Ayam 38,9 – 41,9
2 Merpati 40,4 – 44,0
3 Kelinci 37,0 – 39,0
4 Kambing 38,7 – 40,7
5 Sapi Potong 36,7 – 39,1
6 Sapi Perah 38,0 – 39,3
7 Babi 38,7 – 39,8
8 Anjing 37,9 – 39,9
9 Kucing 38,1 – 39,2
10 Gajah 35,7 – 36,7
Sumber : Williamson dan Payne (1993)
3 Manfaat Pelepasan Panas
1. Penguapan (evaporasi)
Evaporasi merupakan konveksi
dari zat cair menjadi uap air, besarnya laju konveksi kehilangan panas karena
evaporasi. Penguapan dari tubuh merupakan salah satu jalan melepaskan panas.
Walau tidak berkeringat, melalui kulit selalu ada air berdifusi sehingga
penguapan dari permukaan tubuh kita selalu terjadi disebut inspiration
perspiration (berkeringat tidak terasa) atau biasa disebut IWL (insensible
water loss) (Frandson, 1992).
2. Radiasi
Bila suhu disekitar lebih panas
dari tubuh maka tubuh akan menerima panas, bila disekitar dingin akan
melepaskan panas. Proses ini terjadi dalam bentuk gelombang elektromagnetik
dengan kecepatan seperti cahaya radiasi. Atau dengan kata lain Radiasi adalah
transfer energi secara elektromagnetik, tidak memerlukan medium untuk merambat
dengan kecepatan cahaya (Sunarto, 2009).
3.Konduksi
Konduksi merupakan transfer
panas secara langsung antara dua materi padat yang berhubungan lansung tanpa
ada transfer panas molekul. Panas menjalar dari yang suhunya tinggi kebagian
yang memiliki suhu yang lebih rendah (Ganong, 1979).
4.Konveksi
Konveksi adalah suatu
perambatan panas melalui aliran cairan atau gas. Besarnya konveksi tergantung
pada luas kontak dan perbedaan suhu. Misalnya pada waktu dingin udara yang
diikat pada tubuh akan dipanaskan (dengan melalui konduksi dan radiasi).
Biasanya ini kurang berperan dalam pertukaran panas (Ganong, 1979).
C. Pengaturan Suhu Tubuh
Hewan beradaptasi dengan
lingkungannya dan melakukan bebagai kelakuan untuk mempertahankan
thermoneutral. Salah satu cara untuk mengurangi kehilangan panas misalnya
adanya bulu dan rambut pada burung dan mamalia, otot dan modifikasi sistem
sirkulasi di bagian kulit, kontriksi pembuluh darah di bagian kulit dan
countercurrent heat exchange adalah salah satu cara untuk mengurangi kehilangan
panas tubuh (Anonim, 2008).
Sel mamalia khususnya sangat
peka terhadap temperatur yang ekstrem. Peningkatan temperatur lingkungan secara
drastis dapat membunuh sebagian besar sel sementara temperatur yang sangat
dingin dapat sangat menurunkan proses metabolisme sehingga terjadi gangguan
pada sel atau jaringan. Sehubungan dengan itu, thermostat hipotalamus perlu
menerima informasi tentang temperatur tubuh dan memiliki mekanisme fisiologi
yang dapat memberikan respon untuk mengatur temperatur. Melalui mekanisme
umpan-balik (feed-back mechanism) antara laju pemberian rangsangan oleh neuron
hipotalamus (sel saraf) dan temperatur darah yang melewatinya, hipotalamus akan
menyeimbangkan jumlah panas yang dihasilkan dengan jumlah panas yang
dikeluarkan (hilang) dari tubuh (Anonim, 2008).
v
Pengaturan Temperatur Tubuh Secara Perilaku
Perilaku juga dipandang sebagai
respon fisiologi, atau setidaknya penyesuaian perilaku binatang terhadap
keadaan lingkungan berlangsung bersamaan dengan mekanisme fisiologi untuk
mempertahankan temperatur tubuh tetap berada dalam kisaran yang dapat diterima
oleh tubuh. Adaptasi pengaturan temperatur tubuh secara perilaku dan fisiologi
melibatkan sistem saraf yang sama, yang melibatkan hipotalamus dan sistem
limbic (limbic system). Contohnya, ular dan kadal berjemur pada karang hangat
di bawah sinar matahari; tikus gurun bersembunyi dalam lubang pada tanah sampai
menurunnya temperatur di sore hari; manusia memakai baju hangat untuk
mempertahankan temperatur tubuhnya sebanyak mungkin dan mengatur temperatur
serta kelembaban dari ruangan tempat mereka bekerja dan tinggal (Anonim, 2008).
Ada berbagai bentuk penyesuaian
perilaku oleh binatang homeotherm terhadap temperatur luar yang dingin atau
panas. Yang utama adalah pencarian bagian habitat atau lingkungan yang mempunyai
temperatur dapat diterima atau ditolerir oleh binatang tersebut. Berikut ini
diberikan beberapa contoh penyesuaian perilaku binatang terhadap lingkungan
yang panas atau dingin, yang bersamaan dengan itu terjadi penyesuaian proses
fisiologi dalam tubuhnya (Anonim, 2008).
1) Kerbau berkubang dalam lumpur untuk mengurangi pengaruh lingkungan yang
panas. Perilaku itu dapat meningkatkan hilangnya panas tubuh melalui air atau
lumpur lewat konduksi.
2) Anak hewan (misalnya babi) yang baru lahir akan tidur bergerombol atau
bertumpukan bila temperatur lingkungan rendah (dingin). Perilaku ini dapat
menekan hilangnya panas tubuh terbawa angin (konveksi) dan memancar keluar
(radiasi).
3) Pada cuaca panas, ayam kadang-kadang mendebui dirinya utuk meningkatkan
panas tubuh yang hilang melalui konduksi terbawa oleh debu.
4) Bila merasa kepanasan, anjing seringkali terengah-engah (panting) untuk
meningkatkan hilangnya panas tubuh utamanya melalui evaporasi (penguapan air
liur).
Pada keadaan dingin, manusia utamanya akan menggigil dan itu merupakan refleks
(tidak bisa dikontrol oleh kehendak) yang bertujuan untuk meningkatkan produksi
panas tubuh melalui kontraksi otot rangka (Anonim, 2008).
v
Pengaturan Temperatur Tubuh Melalui Penyesuaian Fisiologi
Penyesuaian fisiologi untuk
mempertahankan temperatur tubuh sangat nyata perannya pada binatang homeotherm.
Pada hakikatnya, kondisi homeostatis temperatur tubuh bisa tercapai karena
adanya keseimbangan antara panas yang dihasilkan serta diterima oleh tubuh
(produksi panas) dan panas yang hilang dari tubuh masuk ke lingkungan luar
(disipasi panas) (Ganong, 1979).
D. Usaha tubuh bertahan terhadap kedinginan (cold stress)
Apabila Udara disekitar tubuh
menjadi dingin akibat berhembusnya angin yang dingin, hujan yang berlangsung
lama atau hewan dibawa ketempat yang lebih tinggi dari permukaan air laut, maka
tubuh akan kehilangan banyak panas baik secara radiasi, konveksi, atau konduksi
agar suhu tubuh tetap normal, maka usaha tubuh adalah menghambat semaksimal
mungkin panas yang keluar dan dengan menaikan produksi panas, atau kedua usaha
dilakukan bersama (Sunarto, 2009).
1) Menghambat panas yang keluar
Cara yang dilakukan tubuh yaitu
dengan menyempitkan pembuluh darah kulit dan menjebak untuk kemudian memanasi
udara sekeliling. Udara dapat dijebak akibat berdirinya rambut (Sunarto, 2009)
2) Menaikan produksi panas
Usaha tubuh untuk menikan
produksi panas dengan menaikan glikolisis, lipolisis, dan aktivitas otot dengan
cara menggigil. Secara naluriah hewan menghambat panas dengan mencari tempat
yang hangat atau teduh, hidup berdesakan atau merubah posisi tidur (Sunarto,
2009).
E. Usaha tubuh bertahan terhadap kepanasan (heat stress)
1) Menaikkan Evaporasi
a. Menaikkan evaporasi lewat kulit, dengan cara berkeringat.
b. Menaikkan evaporasi lewat ractus respiratorius bagian atas, dengan cara
panting.
2) Merendahkan Produksi Panas
Selain evaporasi, usaha tubuh
untuk menurunkan suhu tubuhnya adalah dengan turunnya nafsu makan dan
tertekannya aktivitas kelenjar thyroid.
3) Menaikkan derajat Pemantulan Bulu Terhadap Radiasi Sinar Matahari
Hewan berusaha memantulkan
kembali sinar matahari yang mengenai tubuhnya dengan cara bulunya menjadi lebih
mengkilat dan warna bulu menjadi lebih terang.
4) Mengurangi Isolator Tubuh
Dengan jalan menjarangkan bulu
(pada ayam yaitu peristiwa moulting) atau mengurangi kandungan lemak bawah
kulit.
5) Cara-cara Naluriah
Dengan cara hewan mencari
tempat yang teduh, berendam dalam air atau lumpur, tiduran pada tanah atau
lantai yang dingin (Sunarto, 2009).
F. Penyesuaian tubuh suhu sekeliling dalam waktu lama (Acclimatization)
Acclimatization adalah suhu
proses penyesuaian (adaptasi) yang akan menghasilkan penurunan sifat-sifat
fisiologik sebagai hasil kehidupan hewan dalam suku sekeliling yang cukup
dingin atau panas dalam waktu berkepanjangan (Swenson, 1997).
Ø
Acclimatization terhadap suku sekeliling yang cukup dingin
Penyesuaian fisiologi tubuh
terhadap udara dingin yang berkepanjangan dapat dibagi dalam tiga katagori :
a. Terhadap perubahan yang terjadi selama udara dingin dalam beberapa minggu
apabila faktor lain tidak berubah
(cold acclimatization).
b. Modifikasi yang berkembang secara perlahan-perlahan selama perubahan musim
yang berjalan perlahan-lahan dari iklim panas ke iklim dingin (cold
acclimatization).
c. Perubahan genetika dalam hewan lebih dari beberapa generasi akibat hasil
seleksi alam sehingga menghasilkan individu yang mampu hidupn dengan wajar
dengan ikim yang dingin (climatic adaptation) (Swenson, 1997).
Ø
Acclimatization terhadap suku sekeliling yang cukup panas
Penyesuaian tubuh terhadap udara panas yang berkepanjangan antara lain dengan
turunnya nafsu makan dan tertekannya aktivitas kelenjar thyroid, turunnya
ketebalan bulu dll (Swenson, 1997).
G. Hypothermia
Hewan yang hidup dalam cold
sters juga ada batas-batasnya atau zona suha sekeliling yang rendah atau zona
hyporthermi, maka untuk sementara masih mampu melakukan proses-proses
metabolisme disamping menaikan isolator (insulation). Pada suhu tertentu, suhu
tubuh sedemikian rendahnya sehingga mengakibatkan jantung berdenyut secara
pelan bersamaan dengan hemokonsentrasi atau kepekatan darah bertambah.
Akibatnya proses metabolisme di dalam otak berhenti dan menyebabkan hilangnya
kesadaran, berhentinya denyut jantung yang diikuti dangan terdepresnya
respirasi dan biasanya diikuti dengan kematian (Sunarto, 2009).
H.Hyperthermia
Hewan yang hidup dalam heat
stress, biasanya tidak mampu bertahan dalam waktu yang lama. Awalnya hewan
masih dapat mengatur suhu tubuhnya dengan cara berkeringat atau melakukan
panting. Tetapi karena pengaruh panas tinggi yang disebabkan kerusakan protein
termasuk enzim metabolisme, maka hewan dengan cepat terjadi kematian
dibandingkan pada keadaan hypothermia (Sunarto, 2009).
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hewan ternak memiliki suhu tubuh yang dapat dijelaskan
sebagai panas tubuh yang terbentuk dari proses metabolisme dan dibawa oleh
darah ke seluruh tubuh sehingga tubuh menjadi panas. Hal ini memerlukan suatu
thermoregulasi yaitu suatu sistem pengaturan panas pada mahluk hidup agar
terjadi keseimbangan antara produksi panas (thermogenesis)
4.2 Saran
Penulis mengharapkan kritikan dan
saran yang bersifat membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Frandson, R. D. , 1992. Anatomi dan Fisiologi
Ternak Edisi 4. Gajah Mada Press. Yogyakarta.
Ganong, W F. , 1979. Fisiologi Kedokteran
(terjemahan Review of Medical Physsiology) 9 Ed. California : Large Medical
Publication.
Guyton, D.C. , 1993. Fisiologi Hewan, edisi 2. EGC.
Jakarta.
Pearce, C. , 1979. Anatomi dan Fisiologi Untuk Para
Medis. Gramedia. Jakarta
Sunarto, 2009. Ringkasan Materi Mata Kuliah Fisiologi Ternak. Universitas
Sebelas Maret.
Swenson, GM. , 1997. Dules Physiology or Domestic
Animals. Publishing Co. Inc : USA.
Willamson. G. W. J. A Payne. , 1993. Pengantar
Peternakan Didaerah Tropis. Jakarta.